Soko Inspirasi

25 Tahun Mendulang Rezeki di Kampung Nastar

Untuk memenuhi permintaan ratusan resellernya Max Amazing Cookies menghabiskan 100 kg terigu, 50 kg blueband, 30 kg telur, dan ribuan nenas setiap harinya..

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
24 Maret 2025

Dok. Sokoguru

SOKOGURU- Ketika memasuki sebuah gang dengan gapura bertuliskan Kampung Nastar, Jalan H. Unus RT 05 RW 01, Larangan Utara, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, Banten, sebuah rumah di sisi kiri gang tampak disesaki pengunjung. 

Hampir tidak ada tempat untuk duduk dan tidak ada ruang tunggu. Pintu masuk pun tidak lebar. Begitu masuk belasan orang antre berkomunikasi dengan seorang perempuan paruh baya. 

Ada yang baru akan memesan, ada yang mau mengambil pesanan dan ada pula yang membayar.

Melongok agak ke dalam, terlihat puluhan ibu-ibu sibuk mencetak kue cookies. Ada nastar, kastengel, putri salju, lidah kucing, thamrin, cookies berbentuk bunga, sagu keju, cokelat. 

Baca juga: Kampung Nastar, Gang Kecil Penghasil Puluhan Ribu Toples Kue Beromset Ratusan Juta Rupiah

Sebagian ibu ada yang mengoleskan lelehan cokelat, menabur keju parut, butir-butir cokelat dan hiasan lain yang lazim ada di permukaan cookies.

Di antara para ibu yang sedang mencetak cookies, ada sebagian memasukkan kue yang sudah matang ke dalam toples lalu mengisolatip. 

Lalu dilanjut seorang pria remaja memasukkan toples-toples tersebut ke dalam dus-dus. Ada yang berisi 10 toples, 20 toples, dan seterusnya tergantung si pemesan.

Di sudut ruang lain  ada karyawan yang membuat adonan. Sosok pembuat adonan ini khusus, tidak sembarang diganti-ganti, karena ditangannya lah rasa nastar dipertaruhkan. Kemudian seorang lagi membawa loyang-loyang cookies tersebut ke rumah sebelah, letak tiga oven yang siap memanggang.

Di tengah keramaian di ruangan itu seorang pria terlihat sibuk live di TikTok melayani pemesanan dan penjelasan terkait kue-kue yang diproduksi.

Begitulah kesibukan hari itu di  Max Amazing Cookies milik Sri Kusmiati,60, dan Muktar Sitorus,61, ketika Sokoguru mendatangi kampung UMKM pembuat cookies di Kampung Nastar, Sabtu (8/3). 

Baca juga: Bogasari Latih UKM Kampung Nastar Ciptakan Variasi Produk dan Tingkatkan Penjualan

Di rumah yang boleh dibilang tidak terlalu luas itu berlangsung kegiatan produksi sekaligus melayani pelanggan yang 90% adalah para reseller.

Sri tampak sangat sibuk hampir tidak ada waktu melayani wawancara Sokoguru. Ia selalu melempar jawaban yang ditanyakan ke suaminya, ketika harus menjawab dering telepon dari pemesan. Menurutnya, pemesanan (order) di minggu pertama puasa sedang banyak-banyaknya. 

“Tetapi ini tidak setiap hari. Sifatnya seasonal (musiman) seperti saat Lebaran dan Natal,” ujar ibu dua anak dan dua cucu itu, didampingi suaminya Muktar Sitorus,61.

 

Dampak Krisis 98

Sri mengawali usaha nastarnya pada tahun 2000. Waktu itu akibat krisis 98 (1998) yang dampak ekonominya berlangsung hingga dua tahun ke depan. Kala itu sang suami bekerja di Hotel Hilton (kemudian beralih nama Hotel Sultan).

“Hotel waktu itu kosong, krisis ekonomi tidak ada tamu menginap. Hotel tidak ada pemasukan. Tetapi sebelumnya kita sudah bikin donat pada 1997. Karyawan juga masih 1-2 orang,” kata Muktar menimpali Sri.

Setiap hari Sri dan Muktar memproduksi 600  donat yang dititipkan ke warung-warung. Usaha donatnya terus berkembang dari mulut ke mulut,  Barulah pada 2000, Sri memulai usaha nastarnya. Waktu itu ia masih menghabiskan 1 karung terigu dibantu beberapa orang tetangga.

Baca juga: Fakta Mengejutkan! Ternyata Begini Sejarah Kue Nastar yang Selalu Ada Saat Lebaran

“Awal mulai usaha, saya sendiri yang buat adonannya, komposisi antara telur, mentega dan tepung terigu,” tetapi sekarang sudah ada karyawan saya yang pegang, ujar perempuan asal Surabaya, Jawa Timur itu.

Seiring dengan waktu, usaha perempuan asal Surabaya itupun bertumbuh hingga kini memiliki 28 karyawan. Jika pesanan sedang banyak seperti jelang Lebaran ini, ia bisa mempekerjakan 28 karyawan. Mereka sudah mulai bekerja sejak subuh dan dari sebelum puasa.

Untuk memenuhi permintaan ratusan resellernya ia menghabiskan 100 kg terigu, 50 kg mentega blueband, 30 kg telur, dan ribuan buah nenas untuk selai. Bahan baku tersebut  harus diolah untuk memproduksi ribuan toples kue setiap harinya.

 

Dok. Sokoguru/Rosmery

 

“Tetapi kalau di luar hari-hari besar, kami tidak produksi banyak. Karyawan yang bekerja juga sedikit. Kadang cuma beberapa bak (baskom),” imbuh Muktar yang baru pensiun dari hotel enam tahun lalu.

 Untuk ukuran bak yang dimaksud Muktar adalah 1 bak atau baskom untuk 6 kg terigu. 

Lebih lanjut, Sri mengatakan, setiap harinya minimal menghasilkan 394 toples nastar. Itu belum termasuk jenis kue lainnya, seperti 

kastengel, nastar keju, putri salju, lidah kucing,cekelat, sagu keju, dan lainnya.

“Ada 15 macam yang kami buat. Untuk harga, 1 toples ukuran 500 gram kami jual Rp55 ribu - Rp60 ribu. Tapi ukuran kecil yang Rp30 ribuan per toples juga ada ,” ujar perempuan yang diberi marga Sirait ini lagi.

Meskipun memiliki merek sendiri, Sri mengaku lebih banyak menjual ke resller-nya tanpa merek. Sebagian besar para pelanggannya menempelkan merek sendiri. 

Ketika ditanya berapa omset yang diperloleh, Sri enggan menjawab. Begitu juga dengan sang suami.

“Yah tinggal dikali saja. Setiap hari kami mengolah 100 kg terigu. Per toples ukuran 500 gram kami jual Rp50 ribu- Rp60 ribu. Hari ini saja sudah 394 toples nastar terkirim. Tapi itu belum termasuk kastengel, lidah kucing dan jenis kue lainnya. Tapi memang nastar yang paling banyak dipesan,” ujar Muktar setelah seorang karyawannya membaca buku catatan pemesanan hari itu.

Kalau 394 dikali Rp50 ribu saja, berarti Rp19.700.000. Itu baru nastar, sementara ada 14 item lainnya. Namun begitu, Muktar mengatakan harga-harga bahan membuat kue tersebut, seperti telur harganya juga sedang tinggi selama puasa dan Lebaran, sehingga mengurangi keuntungan.


Menurun

Namun begitu, Sri dan Muktar mengatakan untuk tahun ini, usahanya turut terdampak akibat kebijakan penghematan pemerintah yang melarang rapat-rapat di hotel.

Biasanya, Max Amazing Cookies sudah menerima pesanan ribuan toples dari hotel. Tapi kali ini sama sekali tidak ada.

“Stop semua. Sampai hari ini ibu datang wawancara belum ada hotel yang pesan,” ujar Muktar.

Namun begitu iya tetap bersyukur, karena masih banyak reseller yang datang memesan produknya. Dan warga di sekitarnya juga mendapat pekerjaan.

Ketika ditanya mengenai upah para pekerjanya, ia mengatakan rata-rata Rp100 ribu per hari. Dan untuk bagian pemanggangan (oven) sedikit lebih tinggi, karena tugasnya menjaga tingkat kematangan kue.

“Yah, kurang sedikit dari UMR lah. Tetapi cukup menambah-nambah penghasilan di keluarga mereka. Di kampung ini tidak ada ibu-ibu yang menganggur. Hampir semua bantu-bantu bikin kue. Kan di RW ini bukan cuma saya, masih ada yang buat seperti ini juga,” tutur Muktar.


Menjaga mutu

Dalam perjalanan usahanya yang sudah seperempat abad, Sri dan Muktar hanya bisa bersyukur masih bisa bertahan. Sri bahkan dianggap sesepuh di Kampung Nastar itu karena ia kini menjadi ketua paguyuban pelaku usaha Nastar.

Ketika ditanya harapannya ke depan dalam pengembangan usaha, apakah ada keinginan untuk menaikkan ke level industri, keduanya mengaku tidak terlalu muluk-muluk. Pasalnya, kedua anak mereka belum ada yang berminat meneruskan usaha tersebut.

“Anak-anak  kami menggeluti bidang lain,” ujar Muktar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Namun begitu, Sri dan Muktar tetap mempertahankan kualitas kue-kuenya, bersertifikasi halal dan memiliki nomor induk berusaha (NIB).

“Pernah sih dari Dinas UMKM Tangerang mengarakan supaya dapat izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), tetapi karena usaha kami musiman jadi belum perlulah,” katanya yang pernah beberapa kali ada pemesan dari Belanda.

Terkait akses pendanaan, Muktar mengaku, beberapa memanfaatkan kredit usaha rakyat (KUR) dari bank pememerintah. Dan itu dirasakannya sangat membantu usahanya.

“KUR sangat bermanfaat, bunganya kecil. Kami beberapa kali dapar KUR,” tambahnya.

 Hari Lebaran (Idulfitri) memang merupakan waktu yang dinanti-nanti para pelaku usaha di Kampung Nastar, karena banjir order, meski tahun ini agak menurun.

Di luar hari besar keagamaan, Muktar mengaku tidak memasukkan produknya ke toko-toko kue atau pasar swalayan.Semua kue yang diproduksinya berdasarkan pesanan atau pelanggan yang mendadak datang langsung membeli.

“Kita tidak tahu apakah diantara reseller kita ada yang memasok ke toko kue. Yang pasti setiap hari ada saja yang pesan, baik melalui online atau datang mendadak. Ada juga yang hanya beli 1-5 toples langsung bayar dan dibawa. Makanya kami setiap hari diluar hari-hari besar, tetap memproduksi kue walaupun tidak banyak,” tutupnya. (Ros/SG-1)